Mediabuser86.com. Tebingtinggi/Sumut – Diduga belum kantongi izin membangun, ruko yang berada di Jalan Tengku Hassim Utama tetap melanjutkan pembangunan nya. Adapun alamat ruko tersebut berada di Lingkungan III Kelurahan Bandar Utama Kecamatan Tebingtinggi
Kota, Kota Tebingtinggi Sumut Sabtu 03-08-2024.
Bangunan tersebut melanggar peraturan konstruksi, karena diduga belum memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIM B). Meskipun sudah ada peringatan dari Satpol PP, pembangunan terus berjalan, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan warga.
Bangunan ini awalnya dibangun sesuai dengan ukuran tanah 5×20 meter dan ukuran bangunan 5×14 meter, sesuai dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Adapun bangunan tersebut di sinyalir milik seorang dokter yang bekerja di RS Bhayangkara Kota
Tebingtinggi bernama dr.Albert Tobing.
Ruko tersebut setelah dibeli oleh dr. Albert Tobing, terjadi perubahan signifikan pada struktur bangunan tersebut,
dr. Albert melakukan renovasi diduga tanpa menyelesaikan surat balik nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang memicu ketidakpuasan di kalangan warga.
Perubahan yang dilakukan dr. Albert termasuk penambahan bangunan ke depan sejauh enam meter, memakai parit dan memakan badan jalan.
Hal ini sangat menyimpang dari peraturan PBG yang ada, sehingga menyebabkan gangguan terhadap ketertiban umum dan lalu lintas di area tersebut.
Warga sekitar merasa terganggu karena jalan umum menjadi semakin sempit, mengurangi aksesibilitas dan mengganggu mobilitas mereka.
Dalam sebuah wawancara, seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya menyatakan kekesalannya terhadap tindakan dr. Albert.
“Anehnya, meskipun surat balik nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) belum selesai, dr. Albert sudah merubah tata bangunan tersebut,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap prosedur yang berlaku, yang seharusnya diikuti oleh semua pihak yang melakukan perubahan pada bangunan.
Satpol PP setempat telah turun ke lokasi dua kali untuk menangani masalah ini, bersama dengan Dinas Perizinan Modal Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) yang diwakili oleh Harun.
Namun, upaya ini belum membuahkan hasil yang memuaskan. Kedua instansi hanya bisa memerintahkan penghentian pembangunan, tetapi tidak ada tindakan lebih lanjut yang dilakukan untuk menegakkan aturan dan memastikan penghentian pembangunan.
Warga merasa kecewa dengan kurangnya tindakan tegas dari pihak berwenang. Mereka menuntut agar Dinas Pekerjaan Umum (PU), BAPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), DPMTSP (Dinas Perizinan Modal Terpadu Satu Pintu) , dan Satpol PP mengambil langkah yang lebih keras untuk memastikan bahwa bangunan tersebut agar dikembalikan ke ukuran sesuai usulan awal.
Dalam sebuah surat yang dikeluarkan oleh Satpol PP Kota Tebing Tinggi dan ditandatangani oleh Kepala Polisi Satuan Pamong Praja Kota Tebing Tinggi, Drs Justin Bernat Hutapea yang diterima wartawan dengan nomor 300/1873/Pol PP/2024, tertanggal 2 Agustus 2024, disebutkan:
Bahwa dr. Albert Tobing diingatkan untuk tidak melakukan kegiatan apapun di dalam pembangunan bangunan tersebut hingga SIM B diterbitkan. Namun, surat tersebut tampaknya diabaikan.
Kasatpol PP, dalam konfirmasinya, menekankan pentingnya kerjasama antara masyarakat dan pihak berwenang.
Ia meminta warga yang keberatan untuk turut mengingatkan pihak yang melanggar aturan, menunjukkan pendekatan yang lebih kolaboratif dalam menangani masalah ini.
Namun, masyarakat merasa bahwa tanggung jawab utama harusnya ada pada pihak berwenang untuk menegakkan aturan.
Keberadaan bangunan yang melanggar ini telah menimbulkan keresahan yang luas di kalangan warga sekitar.
Mereka khawatir bahwa jika tidak ditangani dengan tegas, kejadian serupa akan terus terjadi dan merusak tatanan kota.
Warga berharap pemerintah setempat dapat menunjukkan ketegasan dalam menegakkan aturan, demi menjaga ketertiban dan kenyamanan umum.
Kasus ini tidak hanya menyoroti ketidakpatuhan terhadap peraturan konstruksi, tetapi juga menunjukkan masalah yang lebih besar terkait penegakan hukum dan tata ruang di kota Tebingtinggi ini.
Kejadian ini menjadi contoh nyata dari tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam mengatur pembangunan dan menjaga ketertiban di wilayahnya.
Ketidakpastian dalam penegakan aturan juga mengakibatkan ketidakjelasan bagi warga mengenai hak-hak mereka.
Banyak yang merasa bahwa mereka tidak memiliki perlindungan yang memadai dari tindakan yang melanggar hukum, yang seharusnya ditangani oleh otoritas setempat. Hal ini menimbulkan frustrasi dan ketidakpuasan yang semakin meningkat.
Di sisi lain, pemerintah kota Tebingtinggi perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pelanggaran seperti ini terhadap tata kota dan kualitas hidup warga.
Pembangunan yang tidak sesuai dengan aturan dapat menimbulkan masalah infrastruktur, kemacetan, dan penurunan nilai properti di sekitar area tersebut.
Oleh karena itu, penegakan hukum yang konsisten dan adil sangat penting untuk menjaga keteraturan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan tata ruang kota.
Pemerintah harus memastikan bahwa semua proses perizinan dilakukan dengan transparan dan adil, serta bahwa ada mekanisme yang efektif untuk menindak pelanggaran.
Ini akan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem hukum yang ada.
Hingga saat ini, belum ada perkembangan lebih lanjut mengenai penanganan kasus ini. Warga masih menunggu tindakan nyata dari pihak berwenang untuk menyelesaikan masalah ini.
Mereka berharap bahwa dengan adanya sorotan media dan tekanan publik, pemerintah kota akan segera mengambil langkah yang diperlukan untuk menegakkan aturan dan memulihkan ketertiban di area tersebut.
Dengan semakin meningkatnya urbanisasi dan pembangunan di kota-kota besar, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan dan menegakkan peraturan yang ada.
Ini bukan hanya untuk memastikan bahwa pembangunan berjalan sesuai rencana, tetapi juga untuk melindungi hak-hak warga dan memastikan kualitas hidup yang baik bagi semua orang.
Hingga kini dr. Albert Tobing sebagai pemilik bangunan juga tak bisa dihubungi wartawan.
(*** Iriadi)
Leave a Reply